Ekspresi Gen Ketahanan dan Kerentanan Udang Vannamei sebagai Respon WSSV
Fakta menunjukkan adanya perbedaan secara genetik antara udang vannamei, yang berdampak kepada perbedaan kekebalan tubuhnya terhadap serangan White Spot Syndrome Virus (WSSV). Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan sebagai dasar pembuatan marker identifikasi udang vannamei yang tahan dan terserang WSSV. Lebih jauh gabungan antara ekspresi gen ICP11, gen pengkode ketahanan hemosianin dan gen pengkode ketahanan tripsin dapat dimanfaatkan sebagai dasar kegiatan pemuliaan dalam hal seleksi induk yang tahan terhadap penyakit WSSV.
Demikian disampaikan Dr Yuni Kilawati SPi, MSi dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) pada Ujian Disertasi Terbuka, Senin (21/3). Bertindak selaku promotor Prof Win Darmanto Msi PhD dan Kopromotor Dr Sri Rahayu Dra Mkes. Yuni lulus dengan predikat cumlaude dari Program Studi S3 MIPA Pascasarjana Universitas Airlangga.
Perbedaan kualitas udang vannamei ini disebabkan oleh banyak faktor antara lain pengaruh lingkungan, kualitas pakan dan kualitas induk. Induk udang vannamei Indonesia banyak yang sudah mengalamai pemijahan berulang dengan alasan untuk memperkecil biaya produksi. Pada penelitian ini lingkungan dikontrol dengan melakukan pemeliharaan di laboratorium dalam lingkungan yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup udang. Demikian halnya dengan pakan juga diberikan secara berkualitas dengan kuantitas yang sesuai. Kualitas induk tidak bisa dikendalikan karena benih diambil dari tambak dengan kualitas induk yang tidak diketahui dan disinyalir telah dilakukan pemijahan berulang. Hal ini menjawab asumsi bahwa pemijahan berulang yang dilakukan oleh pembudidaya untuk memperoleh induk dengan harga yang murah memberikan dampak penurunan kualitas benih secara genetik.
Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan sebagai dasar pembuatan marker identifikasi udang vannamei yang tahan dan terserang WSSV. Lebih jauh gabungan antara ekspresi gen ICP11, gen pengkode ketahanan hemosianin dan gen pengkode ketahanan tripsin dapat dimanfaatkan sebagai dasar kegiatan pemuliaan dalam hal seleksi induk yang tahan terhadap penyakit WSSV.
Awalnya, untuk mengantisipasi penurunan produksi Penaeus monodon, maka didatangkan specific pathogen free (SPF) benih udang vannamei dari Amerika Serikat yang diandalkan bebas penyakit virus pada tahun 2000, hingga pada tahun 2005 produksi udang vannamei di seluruh Indonesia mencapai 103.800 ton. Kegiatan ini dilakukan agar mampu memenuhi kebutuhan ekspor. Namun permasalahan baru muncul ketika ketersediaan bibit tersebut sangat terbatas didukung oleh upaya para pengusaha udang untuk menekan biaya produksi dengan melakukan pemijahan berulang tanpa adanya pengawasan yang ketat. Untuk itu perlu diketahui tentang sifat resisten SPF udang vannamei yang ada di Indonesia sekarang ini terhadap penyakit yang dinilai sangat berbahaya yaitu WSSV. Ekspresi gen yang berperan dalam penyerangan penyakit WSSV perlu diteliti, sehingga dapat melengkapi mekanisme regulasinya.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari serangkaian penelitian yang dilakukan diketahui bahwa SPF udang vannamei masih belum 100% tahan terhadap serangan penyakit WSSV. Fakta bahwa udang vannamei yang diinfeksi WSSV memberikan efek yang berbeda, menginformasikan ketahanan udang vannamei terhadap serangan WSSV adalah beragam, sehingga informasi tentang ekspresi gen ketahanan dan kerentanan serta gen dominan yang mengekspresikan penyakit WSSV sangat perlu diketahui.
Gen ICP11 yang merupakan gen dominan yang mengkode WSSV, terekspresi pada udang vannamei yang rentan, sedangkan pada udang vannamei yang tahan tidak. Pada udang yang tahan memiliki mekanisme pertahanan diri dari serangan penyakit sehingga mampu menghambat ekspresi ICP11. Pada mekanisme pertahanan diri ini udang menghasilkan suatu metabolit yang berfungsi sebagai pemicu kekebalan tubuh dalam mekanisme pertahanan terhadap pengganggu. Pada udang, sistem pertahanan ini disebut Prophenoloxidase (proPO), yang berada di hemosit pada krustasea dan kebanyakan serangga, dan terdiri dari beberapa proteinase serin dan prophenoloxidase yang mengaktifkan sistem dalam sel darah yang memicu reaksi kekebalan tubuh bawaan serta berpartisipasi dalam pertahanan inang pada arthropoda dari peningkatan fagositosis, inisiasi enkapsulasi, mediasi koagulasi dan produksi fungistatic zat. Hal ini menyebabkan tidak terjadinya kerusakan dan kematian sel. Dengan demikian pada sampel udang vannamei yang tahan terhadap serangan WSSV, mampu bertahan sampai akhir perlakuan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa primer ICP11 bisa dipakai sebagai marker untuk mendeteksi ketahanan udang vannamei terhadap serangan WSSV, karena memberikan hasil pita DNA dengan panjang yang berbeda antara udang yang tahan dan rentan terhadap infeksi WSSV serta udang yang sehat sebagai kontrol.
Hasil deteksi infeksi WSSV menggunakan primer standar menunjukkan bahwa pada udang yang tahan terjadi infeksi ringan. Artinya bahwa insersi virus WSSV terjadi namun dalam jumlah yang relatif kecil, sehingga tidak sampai menghasilkan ekspresi gen pengkode WSSV yaitu ICP11 yang berakibat tidak terjadi kerusakan sel yang menyebabkan kematian. Hal ini menyebabkan udang mampu bertahan dan tidak mengalami kematian sampai akhir perlakuan. Pada udang yang rentan terdeteksi positif terserang WSSV. Amplifikasi menunjukkan virus yang menginsersi pada satuan 103 kopi/reaksi.[yuk/ai]
Comments
Post a Comment