FITOPLANKTON ALTERNATIF Cocolite sp., PACU PRODUKSI BENIH KERAPU BEBEK

Tuesday, 22 February 2011 08:56
Penggunaan Cocolite sp. Sebagai Fitoplankton Alternatif dalam Pemeliharaan Larva Kerapu Bebek Dapat Meningkatkan Produksi Benih Sehingga Mampu Turut Serta dalam Mendukung Peningkatan Target Produksi di Tahun 2015 dan Berusaha Memenuhi Permintaan Kerapu Bebek di Pasar Internasional.
Chlorella sp. merupakan salah satu jenis fitoplankton yang digunakan dalam pemeliharaan larva kerapu bebek (Cromileptes altivelis) sebagai peneduh atau penyangga kualitas air. Secara umum diketahui bahwa produksi massal fitoplankton termasuk Chlorella sp. tergantung pada kondiisi alam termasuk sinar matahari (keadaan cuaca). Di BBL Ambon ketersediaan fitoplankton jenis Chlorella sp. pada musim penghujan tidak stabil sehingga kontinuitas penyediaan fitoplankton menjadi tidak menentu. Akibat dari ketidakstabilan fitoplankton tersebut berpengaruh terhadap pemeliharaan larva kerapu bebek (C. altivelis). Salah satu upaya mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan fitoplankton alternatif. Cocolite sp. merupakan salah satu jenis fitoplankton yang dibiakkan di laboratorium pakan alami Balai Budidaya Laut Ambon. Secara visual Cocolite sp. berwarna hijau kebiruan, bentuk selnya bervariasi ( oval, elips, bulat telur dan silindris), mempunyai ukuran 2-8 µm, dapat digunakan sebagai pakan zooplankton (rotifer dan artemia) dan dalam kondisi musim hujan dapat tumbuh dengan baik.

Dalam upaya meningkatkan benih kerapu bebek ketika kondisi alam tidak mendukung untuk pertumbuhan jenis fitoplankton yang biasa digunakan, maka Cocolite sp. digunakan sebagai fitoplankton alternatif dalam pemeliharaan larva kerapu bebek (C. altivelis). Hal ini dikareakan di saat kondisi cuaca tidak stabil jenis fitoplankton ini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
PEMELIHARAAN LARVA KERAPU BEBEK (C. altivelis)
Teknologi yang digunakan dalam pembenihan ikan kerapu bebek (C. altivelis) telah berkembang dengan baik. Namun dalam usaha perbenihan, banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan produksi benih, beberapa faktor penting diantaranya adalah kualitas telur, pakan hidup/alami, metode pemeliharaan larva dan penanganan penyakit. Teknologi yang diterapkan dalam pemeliharaan larva harus benar-benar diperhatikan agar memperoleh hasil yang maksimal. Adapun teknologi yang diterapkan adalah mengadopsi dari teknologi yang telah ada kemudian disesuaikan dengan kondisi yang ada di BBL Ambon.

Bak yang digunakan untuk kegiatan ini berkapasitas 6 m3 sebanyak 2 buah terletak dalam ruangan tertutup. Sebelum bak digunakan, terlebih dulu disterilkan dengan menggunakan kaporit dan dibilas dengan air tawar. Volume awal media pemelihaaran 4 m3 (untuk bak kapasitas 6 m3). Penambahan fitoplankton Cocolite sp. pada media pemeliharaan sebanyak 200 – 300 liter/ hari. Padat tebar telur 100.000 butir/bak. Larva pada stadia awal memerlukan intensitas cahaya 1000 lux dan fotoperiod lebih dari 10 jam untuk memburu pakan secara optimal. Aerasi biasanya menggunakan batu aerasi yang diletakan didasar bak larva. Pada larva berumur 0 - 2 HSM (hari setelah menetas) aerasi diberikan agak kuat untuk menghindari larva mengendap di dasar bak. Antara umur 3 -10 HSM kecepatan aerasi dikurangi sampai kecepatan sedang. Antara umur 11 – 25 HSM, kecepatan aerasi ditambah sedikit demi sedikit dan larva berumur lebih dari 25 HSM aerasi diperkuat. Tiga jenis pakan biasanya digunakan untuk membesarkan larva yaitu : rotifer, pakan buatan dan artemia.
Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara mempertahankan media pemeliharan sesuai standar yang telah ditetapkan, dengan cara pergantian air dengan double filter, pengaturan suhu dan kadar garam, penambahan plankton, pembersihan dasar bak, penyebaran minyak ikan pada permukan air, pembersihan permukaan air dan mempertahankan warna air dalam bak larva. Panen dilakukan pada larva berumur D-60, Juvenil hasil panen digrading berdasarkan ukurannya.
Sirkulasi
Siphon
(jika dasar bak kotor)
PENGGUNAAN Cocolite sp.
Berdasarkan laporan dari tim pakan alami (contact person) bahwa rotifer dapat bertumbuh dengan baik ketika diberi pakan fitoplankton Cocolite sp. hal ini membuktikan bahwa Cocolite sp. aman atau tidak mengandung racun bagi organisme yang memakannya, bahkan dapat memberikan pertumbuhan yang baik (bagi rotifer).Berdasarkan hasil analisa proximate, tepung Cocolite sp. mengandung 13,5%, Karbohidrat 6,56%, lemak 0,2%, Abu 66,69% dan air 12,75%. Dibandingkan dengan fitoplankton yang lazim digunakan untuk pemeliharaan larva, kandungan protein dan lemaknya lebih rendah. Walaupun demikian, penggunaan fitoplankton Cocolite sp. dalam kegiatan pembenihan kerapu bebek (untuk pakan rotifer dan pemeliharaan larva) dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan dimana dari 100.000 butir telur/bak yang ditebar, rata-rata 80.000 butir/bak (HR=80 %) menetas menjadi larva dan dapat bertahan hidup sampai panen (umur 60 HSM) sebanyak 2000 ekor (SR=2,5%) dengan ukuran berkisar antara 1.5 cm - 3 cm dengan tingkat keseragaman 90% dan tingkat keabnormalan 5%.

Hasil pemeliharaan larva kerapu bebek dengan fitoplankton Cocolite sp. tersebut relatif sama bila menggunakan Chlorella sp. dan Nannochloropsis sp. dimana tingkat Kelulusan hidup larva (SR) 1,66% dan HR sebesar 85,1% (Suharno dkk, 2009). Hal ini diasumsikan karena nutrisi yang diperoleh larva bukan saja berasal dari Cocolite sp. tetapi juga diperoleh dari rotifer dan artemia yang telah diberi pengkayaan sebelum diberikan kepada larva serta pakan buatan sehingga kebutuhan nutrisi larva kerapu bebek untuk tumbuh dan berkembang dapat terpenuhi. Adapun kualitas air selama pemeliharaan yang terpantau adalah suhu 27.7°C – 30.8°C, DO 3.22- 4.00 ppm, salinitas 29.3 – 33.5, pH 7.70 – 8.61, nitrit 0.389 – 0.500 dan amonia 0.03 – 0.593 yang mana nilai-nilai tersebut masih berada pada kisaran aman untuk pemeliharaan larva kerapu bebek. (Narulitta Ely, Marwa, Ris Dewi, Khabibbulloh, Ramlan, @BBL Ambon)

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PRAKTIKUM IKAN HIAS

DAFTAR BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN SAAT BUDIDAYA UDANG

ARTEMIA